UTS 10 MARET 2014
SOAL BURSA EFEK
1. Yang dimaksud dengan saham Pendiri
Yang dimaksud dengan "saham
pendiri" adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori
"pendiri" sebagaimana dimaksud di atas. Termasuk dalam pengertian
"saham pendiri" adalah :
-
|
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari
kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana
("initial public offering");
|
-
|
saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
|
Tidak termasuk dalam pengertian
"saham pendiri" adalah :
-
|
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari
pembagian dividen dalam bentuk saham;
|
||||||
-
|
saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum
perdana ("initial public offering") yang berasal dari pelaksanaan
hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi
lainnya;
|
||||||
-
|
saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksa Dana.
Ketentuan perpajakan untuk
saham pendiri
Pemilik
saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% dari nilai
seluruh saham pendiri yang dimilikinya pada tanggal 29 Mei 1997, atau pada
saat initial public offering (IPO) dalam hal IPO dilakukan pada hari setelah
tanggal 29 Mei 1997.
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan pemerintah
Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 /
1997 Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan
atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham
di bursa efek.
Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak
memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini,
atas penghasilan berupa capital gain dari transaksi
penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh
karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan pilihannya itu kepada Direktur
Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
Berikut Tata cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang
terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.
·
Sebelum penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya
tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut telah diperdagangan di bursa
efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
·
Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya
satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau
setelah tanggal 29 Mei 1997.
·
Emiten wajib menyampaikan laporan mengenai
penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut kepada Kepala
Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh ) bulan
berikutnya setelah bulan penyetoran.
2. Laporan dimaksud
sekurang-kurangnya berisikan:
·
Nama dan NPWP pemilik saham pendiri;
·
Nilai saham;
·
Pajak Penghasilan Terutang;
·
Tanggal penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini dilampiri
dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke 3.
2.
Yang harus melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan atas
transaksi
penjualan saham di Bursa Efek
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
Pasal 2
SOAL OBLIGASI
1. Ketentuan tentang perpajakan atas bunga obligasi yang
diterima oleh WP dalam negeri dan BUT
Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
adalah:
a. bunga dari Obligasi dengan kupon
sebesar:
1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap,
dari jumlah bruto
bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b. diskonto dari Obligasi dengan kupon
sebesar:
1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih
harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan;
c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga
sebesar:
1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap,
dari
selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi;
dan
d. bunga
dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
1) Dihapus;
2) 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan
tahun 2020; dan
3) 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan
seterusnya.
2.
Ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP
luar negeri
Sama dengan nomor 1
3.
Yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas bunga obligasi tersebut
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan oleh:
a. penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk,
atas:
1) bunga dan/atau diskonto yang diterima atau
diperoleh pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi;
dan
2) diskonto yang diterima atau diperoleh
pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi;
b.
perusahaan efek, dealer,
atau bank, selaku perantara, atas bunga dan/atau
diskonto Obligasi yang diterima
atau diperoleh penjual Obligasi pada saat
transaksi; dan/atau
c.
perusahaan efek, dealer,
bank, dana pensiun, dan
reksadana, selaku pembeli
Obligasi langsung tanpa
melalui perantara, atas bunga dan/atau diskonto
Obligasi yang diterima atau diperoleh
penjual Obligasi pada saat transaksi.
4.
Ketentuan perpajakan atas bunga
obligasi yang diterima atau diperoleh oleh WP
Reksadana
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
·
bunga dan/atau
diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana
yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
1) 0% (nol persen) untuk tahun 2009
sampai dengan tahun 2010;
2) 5% (lima persen) untuk tahun 2011
sampai dengan tahun 2013; dan
3) 15% (lima belas persen) untuk tahun
2014 dan seterusnya.
5. Pengaruh terhadap industri reksadana atas ketentuan perpajakan
-
SOAL YAYASAN (BADAN
NIRLABA)
1.
Apakah Yayasan merupakan wajib
pajak
Yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga
merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b)
UU PPh.
Penerimaan
atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
1.
Bantuan atau sumbangan;
2. Harta hibahan yang diterima oleh yayasan
atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan
atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
: 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
Sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan,
sumbangan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai
dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
3. Dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
4. Bantuan
atau sumbangan dari Pemerintah.
2.
Peraturan Menteri Keuangan no.
80/PMK.03/2009
Menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh
Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau
Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Penghasilan
SOAL LEASING
1. Pengenaan
PPN didalam transaksi ” Sale and Leased back”
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 yang
bertanggal 29 Nopember 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan dan Penyewagunausahaan
Kembali.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 ini meralat pengertian "sale" yang semula dipakai. Aturan baru ini mengatakan :
penyerahan
Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai karena:
(1) Barang
Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee,
yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;
(2) lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut; (3) penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang; Dengan demikian, sekarang sudah jelas, sudah satu pemahaman bahwa transaksi sale and lease back tidak terutang PPN.
2. -
|
SOAL LAINNYA
1.
Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan
yang tidak terutang PPN
Menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
|
Tabungan, giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito.
|
Berbagai jenis pendapatan yang berhubungan
dengan deposit, seperti beban saldo minimum yang ditagih ke deposan, beban
penagihan dan pelayanan sejenis lainnya.
|
|
Pendapatan dari pelayanan buku cek.
|
|
Pendapatan yang diterima sehubungan dengan returned
cheques/tolakan kliring.
|
|
Pendapatan yang diterima dari administrasi
rekening tabungan/giro dari nasabah.
|
Kegiatan usaha bank umum yang merupakan
penyerahan jasa keuangan yang terutang PPN
No.
|
Kegiatan Usaha Perbankan
|
Contoh produk/contoh jasa/pendapatan perbankan
|
1.
|
Memindahkan
uang untuk kepentingan bukan nasabah
|
|
2.
|
Melakukan
penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek
|
Jasa
kustodian.
|
3.
|
Menerima
pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
atau antar pihak ketiga
|
|
4.
|
Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
|
Pendapatan
dari administrasi dan persewaan safe deposit.
|
5.
|
Melakukan
kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
|
Pendapatan
berupa fee dari jasa wali amanat, security agent.
|
Nomor 2
-
Kapan permohonan diajukan ?
Jangka waktu berapa lama ?
Permohonan izin Penggunaan Nilai
Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Merger atau Pemekaran Usaha diajukan
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar, paling lama 6 (enam)
bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan, yaitu :
a.
dalam hal
merger, diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta;
b.
dalam hal
pemekaran usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
-
Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh ke 2 perusahaan
diatas ?
Wajib Pajak yang melakukan
pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib memenuhi seluruh
persyaratan sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger
dan pemekaran usaha.
b. melunasi seluruh utang pajak dari
tiap badan usaha yang terkait; dan
c. memenuhi persyaratan tujuan bisnis
(business purpose test).
-
Kepada siapa Permohonan diajukan dan oleh Perusahaan mana dari
ke 2 perusahaan yang akan merger yang
akan mengajukan permohonan ?
Wajib Pajak yang melakukan
pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan
melakukan merger dan pemekaran usaha.
-
Berapa lama Dirjen Pajak harus memberikan persetujuan ?
Berdasarkan data yang diperoleh
sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak segera menerbitkan surat
keputusan pencabutan atas surat keputusan yang telah diterbitkan paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah data diperoleh.
|
-
Apa yang harus dilakukan bila permohonan itu ditolak ?
Dalam hal
permohonan surat keterangan bebas pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak
dengan format sesuai lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
-
Bagaimana peraturan tentang sisa kompensasi kerugian yang
dimiliki oleh PT Aman yang masih dapat dikompensasi untuk tahun 2011, 2012 dan
2013 ? Apakah dapat dialihkan kepada PT Aman Abadi ?
Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai
buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1ayat (1) tidak boleh mengkompensasikan
kerugian sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri Wajib Pajak yang
dilebur.
-
Bagaimana kewajiban angsuran PPh pasal 25 yang harus dilakukan
oleh PT Aman Abadi sejak Januari 2014, jika sampai dengan tahun 2013, PT Aman
tidak pernah membayar angsuran PPh pasal 25 , sedangkan PT Abadi melakukan
pembayaran angsuran PPh pasal 25 setiap bulannya sebesar Rp. 652.500.000 ?
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
a. Apabila merger dilakukan dalam tahun
pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang
menerima harta setelah merger tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum
merger.
b. Dalam hal setelah merger Wajib Pajak
yang menerima harta mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan
dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
-
Apa yang harus dipenuhi dalam pengajuan “Businsess Purpose Test
“ untuk merger ini ?
-
Bagaimana kewajiban Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan
bangunan milik PT Aman yang dialihkan ke PT Abadi, dan nilai buku dari tanah
dan bangunan tersebut adalah Rp 25.657.250.000, sedangkan NJOP dari tanah dan
bangunan yang dialihkan adalah sebesar Rp 67.543.600.000 ? Berapa yang harus
dibayar ?
-
Bagaimana kewajiban pembayaran BPHTB atas tanah dan bangunan
yang dialihkan tersebut, berapa besarnya BPHTB yang harus dibayar ? Bagaimana
ketentuan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta no 103 tahun 2011
tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan,dan Pembebasan BPHTB kepada wajib
pajak badan yang melakukan penggabungan usaha ( merger ) atau Peleburan Usaha (
konsolidasi ) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah
memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak ?
Apa yang harus dilakukan oleh PT Abadi yang menerima pengalihan
tanah dan bangunan tersebut, apakah membayar BPHTB langsung 50% atau menunggu saat Keputusan tentang Merger
tentang nilai buku dikeluarkan ? Kapan
terutangnya BPHTB tersebut ?
2. Penilaian Kembali atas Aktiva Tetap Perusahaan untuk
tujuan perpajakan
Objek
Penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan
terhadap sebagian atau terletak atau seluruh aktiva tetap berwujud yang berada
di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Tarif
Tata Cara
Menteri
Keuangan diberikan kewenangan untuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan penyetoran pajak yang terutang;
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penga.Juan permohonan dan pengadministrasian penilaiankembali
aktiva tetap Wajib Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
UTS 10 MARET 2014
SOAL BURSA EFEK
1. Yang dimaksud dengan saham Pendiri
Yang dimaksud dengan "saham
pendiri" adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori
"pendiri" sebagaimana dimaksud di atas. Termasuk dalam pengertian
"saham pendiri" adalah :
-
|
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari
kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana
("initial public offering");
|
-
|
saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
|
Tidak termasuk dalam pengertian
"saham pendiri" adalah :
-
|
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari
pembagian dividen dalam bentuk saham;
|
||||||
-
|
saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum
perdana ("initial public offering") yang berasal dari pelaksanaan
hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi
lainnya;
|
||||||
-
|
saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksa Dana.
Ketentuan perpajakan untuk
saham pendiri
Pemilik
saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% dari nilai
seluruh saham pendiri yang dimilikinya pada tanggal 29 Mei 1997, atau pada
saat initial public offering (IPO) dalam hal IPO dilakukan pada hari setelah
tanggal 29 Mei 1997.
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan pemerintah
Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 /
1997 Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan
atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham
di bursa efek.
Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak
memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini,
atas penghasilan berupa capital gain dari transaksi
penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh
karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan pilihannya itu kepada Direktur
Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
Berikut Tata cara Pemotongan,
Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang
terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.
·
Sebelum penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya
tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut telah diperdagangan di bursa
efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
·
Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya
satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau
setelah tanggal 29 Mei 1997.
·
Emiten wajib menyampaikan laporan mengenai
penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut kepada Kepala
Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh ) bulan
berikutnya setelah bulan penyetoran.
2. Laporan dimaksud
sekurang-kurangnya berisikan:
·
Nama dan NPWP pemilik saham pendiri;
·
Nilai saham;
·
Pajak Penghasilan Terutang;
·
Tanggal penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini dilampiri
dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke 3.
2.
Yang harus melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan atas
transaksi
penjualan saham di Bursa Efek
PERATURAN
PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN
ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
Pasal 2
SOAL OBLIGASI
1. Ketentuan tentang perpajakan atas bunga obligasi yang
diterima oleh WP dalam negeri dan BUT
Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1)
adalah:
a. bunga dari Obligasi dengan kupon
sebesar:
1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap,
dari jumlah bruto
bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
b. diskonto dari Obligasi dengan kupon
sebesar:
1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap,
dari selisih lebih
harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak
termasuk bunga berjalan;
c. diskonto dari Obligasi tanpa bunga
sebesar:
1) 15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak
dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
2) 20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan
persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain
bentuk usaha tetap,
dari
selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi;
dan
d. bunga
dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak
reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
1) Dihapus;
2) 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan
tahun 2020; dan
3) 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan
seterusnya.
2.
Ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP
luar negeri
Sama dengan nomor 1
3.
Yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas bunga obligasi tersebut
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan oleh:
a. penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk,
atas:
1) bunga dan/atau diskonto yang diterima atau
diperoleh pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi;
dan
2) diskonto yang diterima atau diperoleh
pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi;
b.
perusahaan efek, dealer,
atau bank, selaku perantara, atas bunga dan/atau
diskonto Obligasi yang diterima
atau diperoleh penjual Obligasi pada saat
transaksi; dan/atau
c.
perusahaan efek, dealer,
bank, dana pensiun, dan
reksadana, selaku pembeli
Obligasi langsung tanpa
melalui perantara, atas bunga dan/atau diskonto
Obligasi yang diterima atau diperoleh
penjual Obligasi pada saat transaksi.
4.
Ketentuan perpajakan atas bunga
obligasi yang diterima atau diperoleh oleh WP
Reksadana
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
·
bunga dan/atau
diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana
yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
1) 0% (nol persen) untuk tahun 2009
sampai dengan tahun 2010;
2) 5% (lima persen) untuk tahun 2011
sampai dengan tahun 2013; dan
3) 15% (lima belas persen) untuk tahun
2014 dan seterusnya.
5. Pengaruh terhadap industri reksadana atas ketentuan perpajakan
-
SOAL YAYASAN (BADAN
NIRLABA)
1.
Apakah Yayasan merupakan wajib
pajak
Yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga
merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b)
UU PPh.
Penerimaan
atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
1.
Bantuan atau sumbangan;
2. Harta hibahan yang diterima oleh yayasan
atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan
atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor
: 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
Sepanjang
tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan
antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan,
sumbangan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau
diamortisasi, harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai
dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
3. Dividen atau bagian laba yang diterima
atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal
pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
4. Bantuan
atau sumbangan dari Pemerintah.
2.
Peraturan Menteri Keuangan no.
80/PMK.03/2009
Menetapkan
Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh
Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau
Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak
Penghasilan
SOAL LEASING
1. Pengenaan
PPN didalam transaksi ” Sale and Leased back”
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 yang
bertanggal 29 Nopember 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas
Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan dan Penyewagunausahaan
Kembali.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 ini meralat pengertian "sale" yang semula dipakai. Aturan baru ini mengatakan :
penyerahan
Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan
Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai karena:
(1) Barang
Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee,
yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;
(2) lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut; (3) penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang; Dengan demikian, sekarang sudah jelas, sudah satu pemahaman bahwa transaksi sale and lease back tidak terutang PPN.
2. -
|
SOAL LAINNYA
1.
Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan
yang tidak terutang PPN
Menghimpun dana dari masyarakat
dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito,
tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
|
Tabungan, giro, deposito berjangka,
sertifikat deposito.
|
Berbagai jenis pendapatan yang berhubungan
dengan deposit, seperti beban saldo minimum yang ditagih ke deposan, beban
penagihan dan pelayanan sejenis lainnya.
|
|
Pendapatan dari pelayanan buku cek.
|
|
Pendapatan yang diterima sehubungan dengan returned
cheques/tolakan kliring.
|
|
Pendapatan yang diterima dari administrasi
rekening tabungan/giro dari nasabah.
|
Kegiatan usaha bank umum yang merupakan
penyerahan jasa keuangan yang terutang PPN
No.
|
Kegiatan Usaha Perbankan
|
Contoh produk/contoh jasa/pendapatan perbankan
|
1.
|
Memindahkan
uang untuk kepentingan bukan nasabah
|
|
2.
|
Melakukan
penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat
berharga yang tidak tercatat di bursa efek
|
Jasa
kustodian.
|
3.
|
Menerima
pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan
atau antar pihak ketiga
|
|
4.
|
Menyediakan
tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
|
Pendapatan
dari administrasi dan persewaan safe deposit.
|
5.
|
Melakukan
kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
|
Pendapatan
berupa fee dari jasa wali amanat, security agent.
|
Nomor 2
-
Kapan permohonan diajukan ?
Jangka waktu berapa lama ?
Permohonan izin Penggunaan Nilai
Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Merger atau Pemekaran Usaha diajukan
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor
Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar, paling lama 6 (enam)
bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan, yaitu :
a.
dalam hal
merger, diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta;
b.
dalam hal
pemekaran usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
-
Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh ke 2 perusahaan
diatas ?
Wajib Pajak yang melakukan
pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib memenuhi seluruh
persyaratan sebagai berikut:
a. mengajukan permohonan kepada
Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger
dan pemekaran usaha.
b. melunasi seluruh utang pajak dari
tiap badan usaha yang terkait; dan
c. memenuhi persyaratan tujuan bisnis
(business purpose test).
-
Kepada siapa Permohonan diajukan dan oleh Perusahaan mana dari
ke 2 perusahaan yang akan merger yang
akan mengajukan permohonan ?
Wajib Pajak yang melakukan
pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib mengajukan
permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan
melakukan merger dan pemekaran usaha.
-
Berapa lama Dirjen Pajak harus memberikan persetujuan ?
Berdasarkan data yang diperoleh
sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Kepala Kantor Wilayah Direktorat
Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak segera menerbitkan surat
keputusan pencabutan atas surat keputusan yang telah diterbitkan paling lama
7 (tujuh) hari kerja setelah data diperoleh.
|
-
Apa yang harus dilakukan bila permohonan itu ditolak ?
Dalam hal
permohonan surat keterangan bebas pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat
final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor
Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak
dengan format sesuai lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur
Jenderal Pajak ini.
-
Bagaimana peraturan tentang sisa kompensasi kerugian yang
dimiliki oleh PT Aman yang masih dapat dikompensasi untuk tahun 2011, 2012 dan
2013 ? Apakah dapat dialihkan kepada PT Aman Abadi ?
Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai
buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1ayat (1) tidak boleh mengkompensasikan
kerugian sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri Wajib Pajak yang
dilebur.
-
Bagaimana kewajiban angsuran PPh pasal 25 yang harus dilakukan
oleh PT Aman Abadi sejak Januari 2014, jika sampai dengan tahun 2013, PT Aman
tidak pernah membayar angsuran PPh pasal 25 , sedangkan PT Abadi melakukan
pembayaran angsuran PPh pasal 25 setiap bulannya sebesar Rp. 652.500.000 ?
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
a. Apabila merger dilakukan dalam tahun
pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang
menerima harta setelah merger tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran
Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum
merger.
b. Dalam hal setelah merger Wajib Pajak
yang menerima harta mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan
dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25
sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.
-
Apa yang harus dipenuhi dalam pengajuan “Businsess Purpose Test
“ untuk merger ini ?
-
Bagaimana kewajiban Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan
bangunan milik PT Aman yang dialihkan ke PT Abadi, dan nilai buku dari tanah
dan bangunan tersebut adalah Rp 25.657.250.000, sedangkan NJOP dari tanah dan
bangunan yang dialihkan adalah sebesar Rp 67.543.600.000 ? Berapa yang harus
dibayar ?
-
Bagaimana kewajiban pembayaran BPHTB atas tanah dan bangunan
yang dialihkan tersebut, berapa besarnya BPHTB yang harus dibayar ? Bagaimana
ketentuan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta no 103 tahun 2011
tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan,dan Pembebasan BPHTB kepada wajib
pajak badan yang melakukan penggabungan usaha ( merger ) atau Peleburan Usaha (
konsolidasi ) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah
memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka
penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak ?
Apa yang harus dilakukan oleh PT Abadi yang menerima pengalihan
tanah dan bangunan tersebut, apakah membayar BPHTB langsung 50% atau menunggu saat Keputusan tentang Merger
tentang nilai buku dikeluarkan ? Kapan
terutangnya BPHTB tersebut ?
2. Penilaian Kembali atas Aktiva Tetap Perusahaan untuk
tujuan perpajakan
Objek
Penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan
terhadap sebagian atau terletak atau seluruh aktiva tetap berwujud yang berada
di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan
memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.
Tarif
Tata Cara
Menteri
Keuangan diberikan kewenangan untuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran
dan penyetoran pajak yang terutang;
Ketentuan
lebih lanjut mengenai tata cara penga.Juan permohonan dan pengadministrasian penilaiankembali
aktiva tetap Wajib Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar