Selasa, 26 April 2016

Soal UTS PERPAJAKAN SPECIALIZED INDUSTRY




A      UNIVERSITAS KATOLIK INDONESIA
    ATMA JAYA
NIM

NO. URUT

Tanda Tangan Mahasiswa

UJIAN TENGAH SEMESTER GENAP
TAHUN AKADEMIK 2013/2014
FAKULTAS EKONOMI PRODI AKUNTANSI

KODE MATAKULIAH       : EAK 441                                                         TANGGAL       : 10 Maret 2014
NAMA MATAKULIAH     : PERPAJAKAN  SPECIALIZED INDUSTRY       WAKTU           : 150 MENIT
NAMA DOSEN                : SUNDARA ICHSAN, S.E., MBA                     SIFAT UJIAN    : TUTUP BUKU
Boleh/tidak boleh menggunaklan kalkulator
(tidak boleh menggunakan : HP, PDA, Pocket PC, IPOD, Laptop)

KERJAKAN SEMUA SOAL DIBAWAH INI .

I.        SOAL BURSA EFEK 


  1. Apa yang dimaksud dengan saham Pendiri ? Bagaimana ketentuan perpajakan untuk saham pendiri ini ? Jelaskan bagaimana cara melunasi pajak untuk saham pendiri ini ?
  2. Siapa yang harus melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan atas transaksi penjualan saham di Bursa Efek ?
  3. Bagaimana ketentuan mengenai pemberian penurunan tarif bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka, khususnya pasal pasal 2 dari Peraturan Menteri Keuangan no. 238/PMK.03/2008 tanggal 30 Desember 2008 ?

Soal hitungan :

PT Abadi adalah suatu Perseroan terbuka yang telah menjual sahamnya di Bursa Efek Indonesia, dan   memproduksi barang kimia dengan merk dagang ”Alpha”. Pada tahun 2013 jumlah peredaran usaha adalah berjumlah  Rp 755.350.000.000.  PT Abadi ini diaudit oleh Akuntan Publik dengan pendapat Wajar Tanpa Pengecualian.  Dari Laporan keuangan didapat data sebagai berikut :

Laba komersial sebelum pajak                                       Rp.  30.050.165.250

Adapun untuk perhitungan pajak penghasilan badan untuk tahun 2013 diberikan data-data sebagai berikut  :

a.     Didalam pos pendapatan lain-lain terdapat laba atas penjualan saham PT ASII, dan PT EWT yang beredar di Bursa Efek Indonesia sebesar Rp. 1.625.755.000
b.    Selain itu terdapat pendapatan dividen yang berasal dari investasi saham PT Telkom yang beredar di Bursa Efek Indonesia sebesar Rp.91.375.000 (sesudah dipotong PPh pasal 23) , dan pendapatan investasi yang berasal penyertaan saham di PT MBK sebanyak 35%  sebesar  Rp. 545.575.000. PPh pasal 23 dari dividen PT Telkom belum dicatat.
c.     Ada biaya perjalanan dinas ke Singapura, dimana didalam komponen biaya perjalanan dinas tersebut terdapat biaya jamuan untuk para tamu yang merupakan langganan di Singapura di sebuah Hotel sebesar Rp. 95.500.000. Telah dibuat daftar nominatif pada waktu penyampaian SPT tahun 2013.
d.    Besarnya penyusutan komersial di tahun 2013 ini berjumlah  Rp 891.655.000, sedangkan besarnya penyusutan menurut fiskal adalah Rp  992.765.000.
e.     Perusahaan mengeluarkan biaya sewa apartemen sebesar Rp 144.000.000 per tahun untuk tempat tinggal seorang tenaga ahli yang berasal dari Singapura. Sewa tersebut ditanda tangani pada tanggal 1 Juli 2013, dan termasuk didalam biaya umum dan administrasi. Secara komersial atas biaya sewa ini telah dicatat dengan benar, yaitu biaya sewa dari 1 Juli 2013 sampai dengan 31 Desember 2013.
f.     Dalam Laporan Laba Rugi dibukukan Laba Selisih Kurs sebesar  Rp 342.450.000 dan perhitungan selisih kurs sudah benar menurut peraturan perpajakan.
g.    Pada akhir Januari 2014 Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan menyampaikan keterangan bahwa dari keseluruhan saham PT Abadi,Tbk  yang disetor, saham yang dimiliki publik sebesar 45%. Saham yang dimiliki publik tersebut dimiliki oleh 399 pihak. Presentase kepemilikan para pihak paling tinggi 5,10%. Kondisi ini terjadi selama 190 hari dalam 1 tahun pajak.
Dari data diatas ,ditanyakan  :

a.      PPh terutang untuk tahun pajak 2013
b.     PPh yang masih harus dibayar atau lebih bayar, jika diketahui :
PPh yang dipotong pihak ketiga ( PPh pasal 23 )      Rp  375.996.000
PPh pasal 25 yang dibayar selama Januari 2013- Desember 2013  Rp 4.458.536.040
c.      PPh pasal 25 yang harus dibayar perusahaan mulai masa April 2013 dan seterusnya


II.    SOAL  OBLIGASI

1.         Bagaimana ketentuan tentang perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP dalam negeri dan BUT  ? 
2.         Bagaimana ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP luar negeri ?
3.         Siapa yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas bunga obligasi tersebut ?
4.         Bagaimana ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima atau diperoleh oleh WP  Reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal  berdasarkan ketentuan terakhir yang dikeluarkan oleh Dirjen Pajak ?
5.         Saudara diminta untuk menjelaskan pengaruh terhadap industri reksadana atas ketentuan perpajakan diatas ?

Soal  Hitungan :

Pada tanggal 1 Juli 2013, PT Jaya (emiten) menerbitkan obligasi dengan kupon sebagai berikut :

Nilai nominal  Rp 10.000.000 per lembar
Jangka waktu obligasi adalah  5 tahun , dan jatuh tempo obligasi adalah tanggal 1 Juli 2018
Bunga tetap (fixed rate) adalah sebesar 10% per tahun, dan jatuh tempo bunga adalah setiap tanggal 30 Juni  dan 31 Desember
Penerbitan perdana tercatat di Bursa Efek Indonesia.

PT XYZ (investor) pada saat penerbitan perdana membeli 100 lembar dengan harga dibawah nilai nominal ( at discount) yaitu sebesar Rp 9.000.000 per lembar.

Hitunglah berapa PPh final yang terutang oleh PT XYZ pada saat jatuh tempo bunga pada tanggal 31 Desember 2013 ?

Bila pada tanggal 31 Maret 2014 PT XYZ menjual seluruh obligasi yang dimilikinya kepada PT PQR melalui perusahaan Efek PT MNO Sekuritas di  over the counter (OTC)  dengan harga jual  Rp 10.400.000 per lembar termasuk bunga berjalan, maka hitunglah PPh Final yang dipotong oleh PT MNO Sekuritas selaku Perantara.


III.  SOAL  YAYASAN (BADAN NIRLABA)

1.     Bila suatu Yayasan didirikan dengan tujuan untuk menolong anak-anak yang putus sekolah, yaitu dengan memberikan bea siswa kepada para anak-anak tersebut, dan dananya berasal dari sumbangan , baik dari orang pribadi maupun Perusahaan, apakah Yayasan merupakan wajib pajak ? Jelaskan jawaban saudara .

2.     Apa tujuan Pemerintah dengan dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2009 bagi Badan atau  Lembaga Nirlaba yang bergerak  dalam bidang pendidikan dan / atau bidang  Penelitian dan Pengembangan ?

      Soal hitungan  :

Yayasan Murni yang bergerak di bidang pendidikan, pada periode yang berakhir 31 Desember 2013 melaporkan pendapatan dan biaya yang dikeluarkan selama 2013  sebagai berikut   :

      Sisa Lebih ( surplus )                                               Rp. 1.180.720.000

      Adapun keterangan yang berhubungan untuk pelaporan pajak dari Yayasan diatas adalah sebagai berikut   :

1.   Terdapat penerimaan dari donatur yang terdiri dari para Dermawan untuk pembangunan Perpustakaan sebesar   Rp.52.675.000
2.   Pendapatan bunga deposito selama tahun 2013 Rp.       55.750.000 ( sesudah dipotong pajak final )
3.   Pendapatan dari bunga ORI  selama tahun 2013  Rp.      65.100.000 ( sesudah dipotong pajak final )
4.   Didalam biaya penyusutan, terdapat penyusutan gedung baru untuk kelas akselerasi  yang baru selesai pada tahun 2012, dan besarnya penyusutan adalah Rp. 36.500.000 untuk periode Januari 2013- Desember 2013. Pembangunan gedung menggunakan fasilitas perpajakan.
5.   Selain itu terdapat biaya bunga yang berasal dari pinjaman  yang digunakan untuk membangun Gedung baru untuk kelas akselerasi tersebut, dan besarnya biaya bunga adalah  Rp. 65.250.000. Yayasan masih mengangsur atas pinjaman tersebut, biarpun gedung tersebut telah selesai dibangun.
6.   Yayasan mengeluarkan biaya parcel untuk hari Raya Idul Fitri dan Natal untuk para staff pengajar dan seluruh karyawan sebesar Rp. 25.130.000
7.   Total seluruh penerimaan dari Yayasan Murni selama tahun 2013 adalah sebesar  Rp.  18.782.500.000

      Berdasarkan data diatas, hitunglah PPh terutang untuk tahun 2013 ?
     
      Bila Yayasan diatas bermaksud menambah Fasilitas berupa Laboratorium untuk menunjang penelitian para siswa, maka apa saran saudara kepada Pengurus Yayasan diatas sehubungan dengan Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2009


IV. SOAL  LEASING  :

1.   Apa yang saudara ketahui pengenaan PPN didalam transaksi ” Sale and Leased back”  ? Terangkan secara jelas.

2.   Apakah penyusutan ” Leased Equipment ” yang dimiliki oleh Leessee yang mencatat Leasing dengan Capital Leased dapat dilakukan menurut peraturan perpajakan ? Bagaimana pembebanan Capital Leasing dbagi Leessee menurut perpajakan ?

3.   PT Laris mempunyai aktiva mesin yang dibeli pada tgl 2 Januari tahun 2008, seharga Rp 1.060.000.000 dan umur ekonomis 16 tahun. Untuk perpajakan termasuk dalam kelompok 3.
      Pada tanggal 2 Januari 2012, perusahaan menjual mesin tersebut kepada Perusahaan Leasing, dan kemudian mengangsur kembali mesin secara bulanan dengan waktu 8 tahun, dan tingkat bunga adalah sebesar 8,8% per tahun.
      Harga jual ke perusahaan leasing tersebut adalah Rp 800.000.000, dan kemudian perusahaan membayar angsuran kepada perusahaan leasing setiap bulannya adalah sebesar  Rp 11.637.326 selama 8 tahun,
dan jumlah ini terdiri dari pokok ( Principal ) dan bunga ( interest ).
     
Dari transaksi diatas, saudara diminta untuk menghitung berapa PPN yang harus dibayar oleh PT Laris  PPN dalam transaksi Sale and Lease Back ini ?

Apakah keuntungan / kerugian karena transaksi lease back ini merupakan penghasilan atau biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.?

Bagaimana perlakuan pencatatan terhadap penyusutan “ leased equipment” ini, dan bila dianggap bahwa secara komersial perusahaan sudah mencatat “leased-equipment secara financial leased, maka koreksi apa yang perlu dilakukan oleh perusahaan selaku Leessee. ?
Saudara diminta menyertakan perhitungan atas penjelasan diatas.


V.   SOAL LAINNYA

1.   Sehubungan dengan berlakunya Undang Undang no. 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang no. 8 / 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah terhitung 1 April 2010, maka dikeluarkan SE – 12/PJ/2010 tanggal 23 Nopember 2010 tentang Penegasan Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai atas kegiatan usaha Perbankan .
Saudara diminta untuk memberikan contoh kegiatan usaha bank yang penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN, dan penyerahan jasa keuangan yang terutang PPN      

2.   PT Aman dan PT Abadi  merencanakan akan melakukan merger terhitung pada tanggal 1 Januari 2014.  PT Aman akan mengalihkan seluruh aktiva dan kewajibannya  kepada  PT Abadi. Kemudian PT Abadi akan berganti nama menjadi  PT Aman Abadi. Ke2 perusahaan berlokasi di Jakarta.

      Sehubungan dengan merger diatas, maka saudara diminta untuk memberikan penjelasan kepada ke 2 perusahaan diatas akan hal-hal yang harus dilakukan agar merger antara ke 2 perusahaan diatas dapat disetujui oleh Direktur Jenderal dengan menggunakan nilai buku .

      Pendapat saudara berdasarkan atas Peraturan-Peraturan sebagai berikut  :

-          Peraturan Menteri Keuangan no. 43/PMK.03/2008
-          Peraturan Dirjen Pajak no. PER-28/PJ./2008
-          SE-45/PJ/2008
-          Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta no 103 tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan,dan Pembebasan BPHTB.

Saudara menjelaskan tentang :

-          Kapan permohonan diajukan ?  Jangka waktu berapa lama ?
-          Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh ke 2 perusahaan diatas ?
-          Kepada siapa Permohonan diajukan dan oleh Perusahaan mana dari ke 2 perusahaan yang akan merger  yang akan mengajukan permohonan ?
-          Berapa lama Dirjen Pajak harus memberikan persetujuan ?
-          Apa yang harus dilakukan bila permohonan itu ditolak ?
-          Bagaimana peraturan tentang sisa kompensasi kerugian yang dimiliki oleh PT Aman yang masih dapat dikompensasi untuk tahun 2011, 2012 dan 2013 ? Apakah dapat dialihkan kepada PT Aman Abadi ?
-          Bagaimana kewajiban angsuran PPh pasal 25 yang harus dilakukan oleh PT Aman Abadi sejak Januari 2014, jika sampai dengan tahun 2013, PT Aman tidak pernah membayar angsuran PPh pasal 25 , sedangkan PT Abadi melakukan pembayaran angsuran PPh pasal 25 setiap bulannya sebesar Rp. 652.500.000 ?
-          Apa yang harus dipenuhi dalam pengajuan “Businsess Purpose Test “ untuk merger ini ?
-          Bagaimana kewajiban Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan milik PT Aman yang dialihkan ke PT Abadi, dan nilai buku dari tanah dan bangunan tersebut adalah Rp 25.657.250.000, sedangkan NJOP dari tanah dan bangunan yang dialihkan adalah sebesar Rp 67.543.600.000 ? Berapa yang harus dibayar  ?
-          Bagaimana kewajiban pembayaran BPHTB atas tanah dan bangunan yang dialihkan tersebut, berapa besarnya BPHTB yang harus dibayar ? Bagaimana ketentuan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta no 103 tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan,dan Pembebasan BPHTB kepada wajib pajak badan yang melakukan penggabungan usaha ( merger ) atau Peleburan Usaha ( konsolidasi ) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak ?
Apa yang harus dilakukan oleh PT Abadi yang menerima pengalihan tanah dan bangunan tersebut, apakah membayar BPHTB langsung 50%  atau menunggu saat Keputusan tentang Merger tentang nilai buku dikeluarkan ?  Kapan terutangnya BPHTB tersebut ?

3.   Apa yang saudara ketahui tentang Penilaian Kembali atas Aktiva Tetap Perusahaan untuk tujuan perpajakan dan jelaskan secara singkat tentang obyek, tarif,  tata cara , dan pelaporan di Laporan Keuangan Perusahaan ?                





  Paraf Dosen Pengampu :
Paraf Pemeriksa Soal (*)
Paraf Pengganda Soal :
(*) sesuai ketentuan Fakultas/ Jurusan masing-masing


Ujian Tengah Semester Perpajakan Spesialis Industri



UTS 10 MARET 2014
SOAL BURSA EFEK
1.      Yang dimaksud dengan saham Pendiri
Yang dimaksud dengan "saham pendiri" adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori "pendiri" sebagaimana dimaksud di atas. Termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah :
-
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana ("initial public offering");
-
saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah :
-
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham;
-
saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana ("initial public offering") yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi lainnya;
-
saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksa Dana.
Ketentuan perpajakan untuk saham pendiri
Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% dari nilai seluruh saham pendiri yang dimilikinya pada tanggal 29 Mei 1997, atau pada saat initial public offering (IPO) dalam hal IPO dilakukan pada hari setelah tanggal 29 Mei 1997.
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 / 1997 Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini, atas penghasilan berupa capital gain dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan pilihannya itu kepada Direktur Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
Berikut Tata cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.
  1. Emiten atas nama yang terutang sebesar 0,5% kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos:
·         Sebelum penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut telah diperdagangan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
·         Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.
·         Emiten wajib menyampaikan laporan mengenai penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut kepada Kepala Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh ) bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.
        2. Laporan dimaksud sekurang-kurangnya berisikan:
·         Nama dan NPWP pemilik saham pendiri;
·         Nilai saham;
·         Pajak Penghasilan Terutang;
·         Tanggal penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke 3.
  1. Emiten wajib melaporkan kepada penyelenggaraan bursa efek bahwa atas seluruh saham pendiri telah dibayarkan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%, sehingga untuk selanjutnya transaksi penjualan saham pendiri hanya dikenakan Pajak Penghasilan 0,1%.
2.        Yang harus melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan atas transaksi
penjualan saham di Bursa Efek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
Pasal 2
(1)
·         Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang terutang untuk setiap transaksi penjualan saham.
(2)
·         Penyelenggara bursa efek wajib menyetor seluruh pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekali sebulan kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3)
·         Penyelenggara bursa efek wajib menyampaikan laporan pemungutan dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.
3.    Ketentuan mengenai pemberian penurunan tarif bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
Pasal 2
·         Wajib Pajak dapat memperoleh penurunan tarif Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari tarif tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang.
·         Penurunan Tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak apabila jumlah kepemilikan saham publiknya 40% (empat puluh persen) atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
·         Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh memiliki saham kurang dari 5 % (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor.
·         Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
·         Waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender.
SOAL OBLIGASI
1.      Ketentuan tentang perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP dalam negeri dan BUT
Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
            a.         bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
                              1)   15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
                   2)   20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
                        dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
            b.         diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
                              1)   15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
                   2)   20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
                        dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
            c.         diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
                        1)   15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
                   2)   20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
            dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
            d.         bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
                        1) Dihapus;
                        2) 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan
                        3) 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.

2.      Ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP luar negeri
Sama dengan nomor 1

3.      Yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas bunga obligasi tersebut
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan oleh:
a. penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk,
atas:
1)    bunga dan/atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi; dan
2)    diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi;
b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku perantara, atas bunga dan/atau
diskonto Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat
transaksi; dan/atau
c. perusahaan efek, dealer, bank, dana pensiun, dan reksadana, selaku pembeli
Obligasi langsung tanpa melalui perantara, atas bunga dan/atau diskonto
Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat transaksi.
4.        Ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima atau diperoleh oleh WP  Reksadana
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
·         bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
            1)         0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
            2)         5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
            3)         15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

5.      Pengaruh terhadap industri reksadana atas ketentuan perpajakan
-

SOAL YAYASAN (BADAN NIRLABA)
1.        Apakah Yayasan merupakan wajib pajak
Yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh.
Penerimaan atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
1.      Bantuan atau sumbangan;
2.     Harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
3.     Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
4.     Bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.

2.        Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2009
Menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
SOAL LEASING
1.      Pengenaan PPN didalam transaksi ” Sale and Leased back” 
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 yang bertanggal 29 Nopember 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan dan Penyewagunausahaan Kembali.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 ini meralat pengertian "sale" yang semula dipakai. Aturan baru ini mengatakan :
penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai karena:
(1) Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;

(2) lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut;

(3) penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;

Dengan demikian, sekarang sudah jelas, sudah satu pemahaman bahwa transaksi sale and lease back tidak terutang PPN.
2.      -
SOAL LAINNYA
1.      Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
  Tabungan, giro, deposito berjangka, sertifikat deposito.
  Berbagai jenis pendapatan yang berhubungan dengan deposit, seperti beban saldo minimum yang ditagih ke deposan, beban penagihan dan pelayanan sejenis lainnya.
  Pendapatan dari pelayanan buku cek.
  Pendapatan yang diterima sehubungan dengan returned cheques/tolakan kliring.
  Pendapatan yang diterima dari administrasi rekening tabungan/giro dari nasabah.
Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang terutang PPN
No.
Kegiatan Usaha Perbankan
Contoh produk/contoh jasa/pendapatan perbankan
1.
Memindahkan uang untuk kepentingan bukan nasabah
  1. Pendapatan dari pengiriman uang yang bukan dari nasabah.
  2. Pendapatan dari RTGS (Real Time Gross Settlement) yang bukan dari nasabah.
2.
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
Jasa kustodian.
3.
Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
  1. Jasa kustodian.
  2. Subscription fees dari transaksi reksadana.
  3. Switching fee dari transaksi reksadana.
  4. Subscription fee dari obligasi - primary market.
  5. Redemption fee.
4.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
Pendapatan dari administrasi dan persewaan safe deposit.
5.
Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
Pendapatan berupa fee dari jasa wali amanat, security agent.
Nomor 2
-          Kapan permohonan diajukan ?  Jangka waktu berapa lama ?
Permohonan izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Merger atau Pemekaran Usaha diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar, paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan, yaitu :
a.                   dalam hal merger, diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta;
b.                   dalam hal pemekaran usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
-          Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh ke 2 perusahaan diatas ?
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut:
a.       mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha.
b.      melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
c.       memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).     
-          Kepada siapa Permohonan diajukan dan oleh Perusahaan mana dari ke 2 perusahaan yang akan merger  yang akan mengajukan permohonan ?
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha.

-          Berapa lama Dirjen Pajak harus memberikan persetujuan ?

Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak segera menerbitkan surat keputusan pencabutan atas surat keputusan yang telah diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah data diperoleh.

-          Apa yang harus dilakukan bila permohonan itu ditolak ?
Dalam hal permohonan surat keterangan bebas pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak dengan format sesuai lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

-          Bagaimana peraturan tentang sisa kompensasi kerugian yang dimiliki oleh PT Aman yang masih dapat dikompensasi untuk tahun 2011, 2012 dan 2013 ? Apakah dapat dialihkan kepada PT Aman Abadi ?
Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1ayat (1) tidak boleh mengkompensasikan kerugian sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri Wajib Pajak yang dilebur.

-          Bagaimana kewajiban angsuran PPh pasal 25 yang harus dilakukan oleh PT Aman Abadi sejak Januari 2014, jika sampai dengan tahun 2013, PT Aman tidak pernah membayar angsuran PPh pasal 25 , sedangkan PT Abadi melakukan pembayaran angsuran PPh pasal 25 setiap bulannya sebesar Rp. 652.500.000 ?
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
a.       Apabila merger dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima harta setelah merger tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum merger.
b.      Dalam hal setelah merger Wajib Pajak yang menerima harta mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

-          Apa yang harus dipenuhi dalam pengajuan “Businsess Purpose Test “ untuk merger ini ?
-          Bagaimana kewajiban Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan milik PT Aman yang dialihkan ke PT Abadi, dan nilai buku dari tanah dan bangunan tersebut adalah Rp 25.657.250.000, sedangkan NJOP dari tanah dan bangunan yang dialihkan adalah sebesar Rp 67.543.600.000 ? Berapa yang harus dibayar  ?
-          Bagaimana kewajiban pembayaran BPHTB atas tanah dan bangunan yang dialihkan tersebut, berapa besarnya BPHTB yang harus dibayar ? Bagaimana ketentuan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta no 103 tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan,dan Pembebasan BPHTB kepada wajib pajak badan yang melakukan penggabungan usaha ( merger ) atau Peleburan Usaha ( konsolidasi ) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak ?
Apa yang harus dilakukan oleh PT Abadi yang menerima pengalihan tanah dan bangunan tersebut, apakah membayar BPHTB langsung 50%  atau menunggu saat Keputusan tentang Merger tentang nilai buku dikeluarkan ?  Kapan terutangnya BPHTB tersebut ?

2.      Penilaian Kembali atas Aktiva Tetap Perusahaan untuk tujuan perpajakan
Objek
Penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan terhadap sebagian atau terletak atau seluruh aktiva tetap berwujud yang berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.






Tarif





                                                                                                                                         

Tata Cara
Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang;
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penga.Juan permohonan dan pengadministrasian penilaiankembali aktiva tetap Wajib Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.









UTS 10 MARET 2014
SOAL BURSA EFEK
1.      Yang dimaksud dengan saham Pendiri
Yang dimaksud dengan "saham pendiri" adalah saham yang dimiliki oleh mereka yang termasuk kategori "pendiri" sebagaimana dimaksud di atas. Termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah :
-
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari kapitalisasi agio yang dikeluarkan setelah penawaran umum perdana ("initial public offering");
-
saham yang berasal dari pemecahan saham pendiri.
Tidak termasuk dalam pengertian "saham pendiri" adalah :
-
saham yang diperoleh pendiri yang berasal dari pembagian dividen dalam bentuk saham;
-
saham yang diperoleh pendiri setelah penawaran umum perdana ("initial public offering") yang berasal dari pelaksanaan hak pemesanan efek terlebih dahulu (right issue), waran, obligasi konversi lainnya;
-
saham yang diperoleh pendiri perusahaan Reksa Dana.
Ketentuan perpajakan untuk saham pendiri
Pemilik saham pendiri dikenakan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5% dari nilai seluruh saham pendiri yang dimilikinya pada tanggal 29 Mei 1997, atau pada saat initial public offering (IPO) dalam hal IPO dilakukan pada hari setelah tanggal 29 Mei 1997.
Sebagaimana telah diatur dalam Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 1994 Tanggal 23 Desember 1994 dan KMK Nomor 282 / KMK.04 / 1997 Tanggal 20 Juni 1997 yang mengatur maslah pengenaan Pajak Penghasilan atau penghasilan yang diterima atau diperoleh dari transaksi penjualan saham di bursa efek.
Bagi Wajib Pajak pemilik saham pendiri yang tidak memilih untuk dikenakan tarif final sebesar 0,5% berdasarkan ketentuan ini, atas penghasilan berupa capital gain dari transaksi penjualan saham pendiri dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan tarif umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, Wajib Pajak tersebut harus melaporkan pilihannya itu kepada Direktur Jenderal Pajak dan penyelenggaraan bursa efek.
Berikut Tata cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan
Tata cara penyetoran dan pelaporan tambahan PPh yang terutang atas saham pendiri (sebesar 0,5%), dilakukan sebagai berikut.
  1. Emiten atas nama yang terutang sebesar 0,5% kepada Bank Persepsi atau Kantor Pos:
·         Sebelum penjualan seham pendiri, selambat-lamabatnya tanggal 29 November 1997, apabila saham tersebut telah diperdagangan di bursa efek sebelum tanggal 29 Mei 1997;
·         Sebelum penjualan saham pendiri, selambat-lambatnya satu bulan setelah saham tersebut diperdagangkan di bursa efek pada atau setelah tanggal 29 Mei 1997.
·         Emiten wajib menyampaikan laporan mengenai penyetoran tambahan Pajak Penghasilan yang terutang tersebut kepada Kepala Pelayaan Pajak setempat selambat-lambatnya tanggal 20 (dua puluh ) bulan berikutnya setelah bulan penyetoran.
        2. Laporan dimaksud sekurang-kurangnya berisikan:
·         Nama dan NPWP pemilik saham pendiri;
·         Nilai saham;
·         Pajak Penghasilan Terutang;
·         Tanggal penyetoran pajak;
Laporan penyetoran ini dilampiri dengan Surat Setoran Pajak (SSP) lembar ke 3.
  1. Emiten wajib melaporkan kepada penyelenggaraan bursa efek bahwa atas seluruh saham pendiri telah dibayarkan tambahan Pajak Penghasilan sebesar 0,5%, sehingga untuk selanjutnya transaksi penjualan saham pendiri hanya dikenakan Pajak Penghasilan 0,1%.
2.        Yang harus melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan atas transaksi
penjualan saham di Bursa Efek

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 41 TAHUN 1994 TENTANG PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI TRANSAKSI PENJUALAN SAHAM DI BURSA EFEK
Pasal 2
(1)
·         Penyelenggara bursa efek wajib memungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 yang terutang untuk setiap transaksi penjualan saham.
(2)
·         Penyelenggara bursa efek wajib menyetor seluruh pajak yang dipungut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekali sebulan kepada bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(3)
·         Penyelenggara bursa efek wajib menyampaikan laporan pemungutan dan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) kepada Direktur Jenderal Pajak.
3.    Ketentuan mengenai pemberian penurunan tarif bagi wajib pajak badan dalam negeri yang berbentuk perseroan terbuka
Pasal 2
·         Wajib Pajak dapat memperoleh penurunan tarif Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) lebih rendah dari tarif tertinggi Pajak Penghasilan Wajib Pajak Badan Dalam Negeri sebagaimana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) huruf b Undang-Undang.
·         Penurunan Tarif Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada Wajib Pajak apabila jumlah kepemilikan saham publiknya 40% (empat puluh persen) atau lebih dari keseluruhan saham yang disetor dan saham tersebut dimiliki paling sedikit oleh 300 (tiga ratus) Pihak.
·         Masing-masing Pihak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) hanya boleh memiliki saham kurang dari 5 % (lima persen) dari keseluruhan saham yang disetor.
·         Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) harus dipenuhi oleh Wajib Pajak dalam waktu paling singkat 6 (enam) bulan dalam jangka waktu 1 (satu) tahun pajak.
·         Waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah 183 (seratus delapan puluh tiga) hari kalender.
SOAL OBLIGASI
1.      Ketentuan tentang perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP dalam negeri dan BUT
Pasal 3
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
            a.         bunga dari Obligasi dengan kupon sebesar:
                              1)   15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
                   2)   20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
                        dari jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan Obligasi;
            b.         diskonto dari Obligasi dengan kupon sebesar:
                              1)   15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
                   2)   20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
                        dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi, tidak termasuk bunga berjalan;
            c.         diskonto dari Obligasi tanpa bunga sebesar:
                        1)   15% (lima belas persen) bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap; dan
                   2)   20% (dua puluh persen) atau sesuai dengan tarif berdasarkan persetujuan penghindaran pajak berganda bagi Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap,
            dari selisih lebih harga jual atau nilai nominal di atas harga perolehan Obligasi; dan
            d.         bunga dan/atau diskonto dari obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Otoritas Jasa Keuangan sebesar:
                        1) Dihapus;
                        2) 5% (lima persen) untuk tahun 2014 sampai dengan tahun 2020; dan
                        3) 10% (sepuluh persen) untuk tahun 2021 dan seterusnya.

2.      Ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima oleh WP luar negeri
Sama dengan nomor 1

3.      Yang ditunjuk sebagai pemotong PPh atas bunga obligasi tersebut
Pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan oleh:
a. penerbit Obligasi (emiten) atau kustodian selaku agen pembayaran yang ditunjuk,
atas:
1)    bunga dan/atau diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi dengan kupon pada saat jatuh tempo Bunga Obligasi; dan
2)    diskonto yang diterima atau diperoleh pemegang Obligasi tanpa bunga pada saat jatuh tempo Obligasi;
b. perusahaan efek, dealer, atau bank, selaku perantara, atas bunga dan/atau
diskonto Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat
transaksi; dan/atau
c. perusahaan efek, dealer, bank, dana pensiun, dan reksadana, selaku pembeli
Obligasi langsung tanpa melalui perantara, atas bunga dan/atau diskonto
Obligasi yang diterima atau diperoleh penjual Obligasi pada saat transaksi.
4.        Ketentuan perpajakan atas bunga obligasi yang diterima atau diperoleh oleh WP  Reksadana
Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah:
·         bunga dan/atau diskonto dari Obligasi yang diterima dan/atau diperoleh Wajib Pajak reksadana yang terdaftar pada Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan sebesar:
            1)         0% (nol persen) untuk tahun 2009 sampai dengan tahun 2010;
            2)         5% (lima persen) untuk tahun 2011 sampai dengan tahun 2013; dan
            3)         15% (lima belas persen) untuk tahun 2014 dan seterusnya.

5.      Pengaruh terhadap industri reksadana atas ketentuan perpajakan
-

SOAL YAYASAN (BADAN NIRLABA)
1.        Apakah Yayasan merupakan wajib pajak
Yayasan termasuk di dalam definisi badan sehingga merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU PPh.
Penerimaan atau penghasilan yang bukan merupakan Objek Pajak
1.      Bantuan atau sumbangan;
2.     Harta hibahan yang diterima oleh yayasan atau organisasi yang sejenis sebagai badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 604/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994;
Sepanjang tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak yang memberi dengan pihak yang menerima. Apabila bantuan, sumbangan atau hibah tersebut berupa harta yang dapat disusutkan atau diamortisasi, harta tersebut harus dibukukan oleh pihak yang menerima sesuai dengan nilai sisa buku pihak yang memberikan.
3.     Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh yayasan atau organisasi yang sejenis dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
4.     Bantuan atau sumbangan dari Pemerintah.

2.        Peraturan Menteri Keuangan no. 80/PMK.03/2009
Menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Sisa Lebih yang Diterima atau Diperoleh Badan Lembaga atau Nirlaba yang Bergerak dalam Bidang Pendidikan dan/atau Bidang Penelitian dan Pengembangan yang Dikecualikan dari Objek Pajak Penghasilan
SOAL LEASING
1.      Pengenaan PPN didalam transaksi ” Sale and Leased back” 
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 yang bertanggal 29 Nopember 2010 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Atas Transaksi Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi Dan Transaksi Penjualan dan Penyewagunausahaan Kembali.
Surat Edaran Dirjen Pajak No. SE-129/PJ/2010 ini meralat pengertian "sale" yang semula dipakai. Aturan baru ini mengatakan :
penyerahan Barang Kena Pajak dari lessee kepada lessor (sale) tidak termasuk dalam pengertian penyerahan Barang Kena Pajak yang dikenai Pajak Pertambahan Nilai karena:
(1) Barang Kena Pajak yang menjadi objek pembiayaan berasal dari milik lessee, yang dijual oleh lessee untuk kemudian dipergunakan kembali oleh lessee;

(2) lessor pada dasarnya hanya melakukan penyerahan jasa pembiayaan, tanpa bermaksud memiliki dan menggunakan barang yang menjadi objek pembiayaan tersebut;

(3) penyerahan Barang Kena Pajak tersebut dari lessee kepada lessor pada dasarnya merupakan penyerahan Barang Kena Pajak untuk jaminan utang piutang;

Dengan demikian, sekarang sudah jelas, sudah satu pemahaman bahwa transaksi sale and lease back tidak terutang PPN.
2.      -
SOAL LAINNYA
1.      Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang tidak terutang PPN
Menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan berupa giro, deposito berjangka, sertifikat deposito, tabungan, dan/atau bentuk lainnya yang dipersamakan dengan itu
  Tabungan, giro, deposito berjangka, sertifikat deposito.
  Berbagai jenis pendapatan yang berhubungan dengan deposit, seperti beban saldo minimum yang ditagih ke deposan, beban penagihan dan pelayanan sejenis lainnya.
  Pendapatan dari pelayanan buku cek.
  Pendapatan yang diterima sehubungan dengan returned cheques/tolakan kliring.
  Pendapatan yang diterima dari administrasi rekening tabungan/giro dari nasabah.
Kegiatan usaha bank umum yang merupakan penyerahan jasa keuangan yang terutang PPN
No.
Kegiatan Usaha Perbankan
Contoh produk/contoh jasa/pendapatan perbankan
1.
Memindahkan uang untuk kepentingan bukan nasabah
  1. Pendapatan dari pengiriman uang yang bukan dari nasabah.
  2. Pendapatan dari RTGS (Real Time Gross Settlement) yang bukan dari nasabah.
2.
Melakukan penempatan dana dari nasabah kepada nasabah lainnya dalam bentuk surat berharga yang tidak tercatat di bursa efek
Jasa kustodian.
3.
Menerima pembayaran dari tagihan atas surat berharga dan melakukan perhitungan dengan atau antar pihak ketiga
  1. Jasa kustodian.
  2. Subscription fees dari transaksi reksadana.
  3. Switching fee dari transaksi reksadana.
  4. Subscription fee dari obligasi - primary market.
  5. Redemption fee.
4.
Menyediakan tempat untuk menyimpan barang dan surat berharga
Pendapatan dari administrasi dan persewaan safe deposit.
5.
Melakukan kegiatan penitipan untuk kepentingan pihak lain berdasarkan suatu kontrak
Pendapatan berupa fee dari jasa wali amanat, security agent.
Nomor 2
-          Kapan permohonan diajukan ?  Jangka waktu berapa lama ?
Permohonan izin Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Merger atau Pemekaran Usaha diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar, paling lama 6 (enam) bulan setelah tanggal efektif merger atau pemekaran usaha dilakukan, yaitu :
a.                   dalam hal merger, diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta;
b.                   dalam hal pemekaran usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.
-          Persyaratan apa saja yang harus dipenuhi oleh ke 2 perusahaan diatas ?
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib memenuhi seluruh persyaratan sebagai berikut:
a.       mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha.
b.      melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait; dan
c.       memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test).     
-          Kepada siapa Permohonan diajukan dan oleh Perusahaan mana dari ke 2 perusahaan yang akan merger  yang akan mengajukan permohonan ?
Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka merger dan pemekaran usaha wajib mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger dan pemekaran usaha.

-          Berapa lama Dirjen Pajak harus memberikan persetujuan ?

Berdasarkan data yang diperoleh sebagaimana dimaksud dalam huruf c), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak segera menerbitkan surat keputusan pencabutan atas surat keputusan yang telah diterbitkan paling lama 7 (tujuh) hari kerja setelah data diperoleh.

-          Apa yang harus dilakukan bila permohonan itu ditolak ?
Dalam hal permohonan surat keterangan bebas pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Pelayanan Pajak harus menyampaikan pemberitahuan penolakan kepada Wajib Pajak dengan format sesuai lampiran IV yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

-          Bagaimana peraturan tentang sisa kompensasi kerugian yang dimiliki oleh PT Aman yang masih dapat dikompensasi untuk tahun 2011, 2012 dan 2013 ? Apakah dapat dialihkan kepada PT Aman Abadi ?
Wajib Pajak yang melakukan Merger dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1ayat (1) tidak boleh mengkompensasikan kerugian sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri Wajib Pajak yang dilebur.

-          Bagaimana kewajiban angsuran PPh pasal 25 yang harus dilakukan oleh PT Aman Abadi sejak Januari 2014, jika sampai dengan tahun 2013, PT Aman tidak pernah membayar angsuran PPh pasal 25 , sedangkan PT Abadi melakukan pembayaran angsuran PPh pasal 25 setiap bulannya sebesar Rp. 652.500.000 ?
Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25:
a.       Apabila merger dilakukan dalam tahun pajak berjalan, jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima harta setelah merger tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum merger.
b.      Dalam hal setelah merger Wajib Pajak yang menerima harta mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 sesuai ketentuan perpajakan yang berlaku.

-          Apa yang harus dipenuhi dalam pengajuan “Businsess Purpose Test “ untuk merger ini ?
-          Bagaimana kewajiban Pajak Penghasilan atas pengalihan tanah dan bangunan milik PT Aman yang dialihkan ke PT Abadi, dan nilai buku dari tanah dan bangunan tersebut adalah Rp 25.657.250.000, sedangkan NJOP dari tanah dan bangunan yang dialihkan adalah sebesar Rp 67.543.600.000 ? Berapa yang harus dibayar  ?
-          Bagaimana kewajiban pembayaran BPHTB atas tanah dan bangunan yang dialihkan tersebut, berapa besarnya BPHTB yang harus dibayar ? Bagaimana ketentuan berdasarkan Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta no 103 tahun 2011 tentang Pemberian Pengurangan, Keringanan,dan Pembebasan BPHTB kepada wajib pajak badan yang melakukan penggabungan usaha ( merger ) atau Peleburan Usaha ( konsolidasi ) dengan atau tanpa terlebih dahulu mengadakan likuidasi dan telah memperoleh keputusan persetujuan penggunaan nilai buku dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dari Dirjen Pajak ?
Apa yang harus dilakukan oleh PT Abadi yang menerima pengalihan tanah dan bangunan tersebut, apakah membayar BPHTB langsung 50%  atau menunggu saat Keputusan tentang Merger tentang nilai buku dikeluarkan ?  Kapan terutangnya BPHTB tersebut ?

2.      Penilaian Kembali atas Aktiva Tetap Perusahaan untuk tujuan perpajakan
Objek
Penilaian kembali aktiva tetap dapat dilakukan terhadap sebagian atau terletak atau seluruh aktiva tetap berwujud yang berada di Indonesia, dimiliki, dan dipergunakan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang merupakan Objek Pajak.






Tarif





                                                                                                                                         

Tata Cara
Menteri Keuangan diberikan kewenangan untuk menentukan tanggal jatuh tempo pembayaran dan penyetoran pajak yang terutang;
Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penga.Juan permohonan dan pengadministrasian penilaiankembali aktiva tetap Wajib Pajak diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.